Agar Toleran, Pelajari Astronomi

 

hala

Mushaf kuno Al-Qur’an, kitab-kitab tarekat, dan parhalaan (kitab perbintangan Batak dengan medium bambu). Beberapa peninggalan Bapak yang masih saya simpan.

Akhir 1980-an, saya yang saat itu masih duduk di bangku SMP bertanya kepada Bapak, “Mengapa orang bisa sangat tidak toleran?”

 

Jawaban beliau cukup mengejutkan. “Karena mereka  tidak pernah belajar tentang angkasa luar.”

Bapak menghabiskan belasan tahun belajar ilmu hadatuon, pengetahuan tradisional Batak tentang pengobatan, perbintangan, adat, silsilah dan marga, termasuk mistik dan supranatural, sehingga ditahbiskan menjadi datu tahun 1955.

Akhir 1960-an, dia mulai pula berguru ilmu tarekat, sampai belasan tahun juga, termasuk kepada Syekh Djalaluddin, pendiri Persatuan Pembela Tarekat Islam (PPTI). Di luar itu, beliau sangat tertarik dengan angkasa luar. Kisah dan teori astronomi selalu memukaunya.  Baca lebih lanjut

Perbincangan dengan Seorang Teman yang Sangat Benci Syiah

husain

Masjid Al Husain di kota suci Syiah, Karbala. Foto: AFP

Beberapa waktu lalu saya berbincang dengan seorang teman yang sangat membenci Syiah. Dia rajin memposting status, membagikan meme dan berbagai konten tentang kesesatan Syiah, di akun media sosial miliknya.  Yang semacam itulah; bahwa golongan ini tidak termasuk Islam, dilaknat Allah, hasil konspirasi Yahudi, dan seterusnya.

Karena saya berusaha yakin bahwa niatnya sesungguhnya baik, saya sampaikan pujian tentang semangatnya menjaga kemurnian akidah.

“Tapi omong-omong, kau tahu bahwa di antara aliran-aliran besar, hanya Syiah dan kita yang bermazhab Syafi’i yang mengeraskan bacaan basmalah dalam salat Subuh, Magrib, dan Isya?” Baca lebih lanjut

Saran Singkat Untuk Saudaraku Para “Pembela Agama”

   Jika kalian hanya mengandalkan kemarahan dan pikiran yang sempit begitu, entah bagaimana kalian akan melindungi akidah anak keturunanmu, ketika kelak mereka mulai membaca buku semacam “People vs …..” (gak tega saya nulis judulnya), atau mulai menonton channel sejenis Me*** TV. (Bukan MetroTV loh, ini saluran tingkat global, hehehe…)
Manusia-manusia masa depan itu pasti sudah lebih berselera mengunyah fakta dengan kritis, alih-alih langsung menelannya, dan tidak lagi sudi begitu saja menerima “kebenaran” yang dijejalkan satu arah, sebagaimana kita orang-orang tuanya. Akses informasi di masa mereka juga sudah lebih deras, dan makin tak bisa disaring apalagi dibendung. Baca lebih lanjut

Tanpa Luka Cinta Bukanlah Cinta

ilustrasi: imgarcade.comTAK ADA gading yang tak retak, tak ada kekasih yang tak pernah buat palak. Pecinta sejati pun tak selalu bisa menyediakan semua yang kau inginkan, tak selalu berhasil menghindarkanmu dari luka, bahkan kadang tak bisa mencegah dirinya menjadi sumbernya. Tapi jika dia tak menyayangimu seperti yang kau mau, bukan berarti dia tak mencintaimu dengan segala yang dia punya, dengan semua yang dia bisa.

Tak sadar, kita kadang menjadi seperti bos-bos yang menyebalkan itu; menilai sesuatu hanya dari hasil, sama sekali tak memperhitungkan upaya dan perjuangan anak buah. Cinta, semestinya juga bukan semata soal hasil akhir, tetapi lebih kepada pergulatan hari demi hari, antara tangis dan tawa, antara hari yang gurih dan malam yang perih, desah yang legit, kesah yang pahit, tentang tawa yang tak selalu bisa berderai, tentang orgasme yang tak selalu bisa tercapai. *Lho?

Aku tak bisa menjanjikanmu cinta yang berakhir bahagia, karena cintaku adalah perjuangan tanpa akhir.

Kalian begitu dekat, sehingga denyut nadinya adalah detak jantungmu, rambutmu leluasa menggelombang sampai ke dahinya, ketika matanya terpejam kaulah yang jatuh tertidur. Akankah kau biarkan ada yang lain sedekat itu pula denganmu? Pun jika kau biarkan, akankah dia bisa mencapaimu sudut-sudut jiwamu, sebagaimana dia pernah dulu? Jangan-jangan orang “baru” itu bahkan tidak tahu di sebelah mana pintu menuju hatimu). Baca lebih lanjut

Dalam Hal Tertentu, Islam di Nusantara Lebih “Keras” daripada Islam di Arab

Wacana Islam Nusantara menimbulkan kontroversi. Banyak yang mendukung, tak sedikit pula yang menolak. Namun yang paling banyak sesungguhnya yang abstain. Mungkin mereka terlalu sibuk ibadah, sehingga tak lagi memiliki waktu untuk berdebat. Barangkali mereka menganggap persoalan ini keriuhan yang tak perlu, sementara agama lebih merupakan jalan sunyi mencari ridha Allah, Sang Maha Tersembunyi.

Golongan yang menolak umumnya beralasan Islam itu satu, tak boleh diimbuhi embel-embel apapun. Selain itu, Islam Nusantara juga dicurigai sebagai embrio “mazhab” baru, mazhab yang serba-memudahkan. Apa iya?

Anakku yang paling kecil tampaknya punya “mazhab” tersendiri. Banyak gerak dia :))

Tidak juga. Dalam hal tertentu, Islam di Nusantara justru lebih “keras” dari Islam di Timur Tengah sana. Kita ambil contoh yang menyangkut ibadah paling pokok dalam Islam; shalat.

Baca lebih lanjut

Who Knows, Who The Hell Knows…

Si Ibu tampak kerepotan menggendong anaknya melewati lorong sempit kabin pesawat khas kelas ekonomi. Belum lagi dua tas berukuran sedang yang menambah bebannya. Tempat duduknya tampaknya masih jauh.
Benar saja, salah satu tasnya terjatuh. Isinya, beberapa bungkus makanan kecil, berserakan di lantai. Penumpang di belakangnya, seorang pria paruh baya, dengan sigap memungutinya, memasukkannya kembali ke tas. “Biar saya yang bawa,” katanya. Saya yang berada beberapa meter di belakang mereka, merasa tersentuh dengan kebaikan si Bapak.
Ternyata si Bapak duduk di sebelah saya. Dia di sebelah gang. Persis di seberangnya, duduk si Ibu serta anaknya, berusia kira-kira 2 atau 3 tahun.

Gambar hanya ilustrasi

Masalah lain muncul. Begitu lampu di kabin dipadamkan, prosedur resmi menjelang lepas landas, anak perempuan itu mulai menangis, makin lama makin menjadi. Semua upaya ibunya untuk membujuknya gagal, termasuk dengan menawarkan makanan ringan yang sempat terjatuh tadi.

Baca lebih lanjut

Para Pelintas Batas dalam Pilpres

Pilpres kali ini seru, bahkan mungkin yang paling seru. Hanya ada dua kandidat membuat masyarakat terbelah. Kalau tidak ke sana, ke sini. Perdebatan panas terjadi di berbagai forum dan media, online dan offline.

Namun yang agak mencemaskan, polarisasi dua kutub ini mengarah kepada kecenderungan islamis dan nonislamis, and it is not too good.
Berbahaya jika sebuah even politik bergeser menjadi kontestasi identitas agama.
Baca lebih lanjut

Kebahagiaan Tidak Dicari, Tapi Dibuat

Hidup konon adalah pencarian kebahagiaan, seolah kebahagiaan itu sesuatu yang berada di luar diri kita, diam dengan anggun di negeri yang jauh, menunggu kita datang menjemput.

Gambar

Maka pengembaraan panjang—dan kadang tak berujung—itu pun dimulai. Sebagian besar dari ruas usia kita yang sangat terbatas, habis terpakai dalam perjalanan itu.

Banyak orang yang terlalu sibuk mencari kebahagiaan sehingga lupa untuk berbahagia.

Dia ada di dalam. Kita tak harus mencarinya, tetapi membuatnya, merakitnya, meraciknya, dari bahan-bahan yang sesungguhnya sudah ada di dalam diri kita sendiri. Kebahagiaan bukanlah keadaan yang mesti ditunggu atau atau situasi yang harus dicari, tetapi keputusan yang harus dibuat, pilihan yang mesti diambil. Bukan sesuatu yang dimasukkan dari luar, tetapi dikeluarkan dari dalam. Baca lebih lanjut

Pada Awalnya Cinta, dan Persahabatan yang Membuatnya Bertahan

Seharusnya cinta tidak seperti banjir; sesaat meluap-luap menggenangi dan menenggelamkanmu dalam bahagia, tapi kemudian surut perlahan dan yang tersisa hanya lumpur kenangan.

Apalagi seperti kembang api; menyilaukanmu dalam gemerlap sekejap, dan kemudian menghilang lenyap dan kau terkatung dalam senyap.

Tantangan terbesar bagi cinta adalah waktu. Musuh terbesar bagi cinta bukanlah pengkhianatan, tetapi kebosanan. Baca lebih lanjut

Menjaring Calon Pramugari dari Facebook

Citilink, anak perusahaan Garuda Indonesia yang didirikan tahun 2001 tampaknya makin mendapat tempat di hati masyarakat, terutama yang membutuhkan jasa penerbangan murah namun tetap memperhatikan keselamatan dan kenyamanan penumpangnya.

Baru-baru ini mereka mulai mengoperasikan pesawat baru, Airbus A320 yang memiliki 180 seat, seiring penambahan frekuensi penerbangan ke berbagai destinasi. Baca lebih lanjut

Menikah, Menerima Takdir yang Indah…

Untuk istriku, ibu dari anak-anakku, takdirku yang indah…

Mencintai sepenuh hati itu tak sulit, bahkan kadang hati kita bukan lagi penuh, tetapi sampai meluap. Yang sulit adalah untuk tetap mencintai sepenuh hati karena waktu adalah tantangan terbesar bagi cinta.

Tubuh, sifat, persoalan hidup, pengetahuan, termasuk perasaan terdalam, semuanya (bisa)  berubah. Apakah bisa mencintainya dengan totalitas yang sama, baik ketika dia masih cantik dan mulus maupun saat sudah tua, mengerut, dan berbau? (Dikutip dari posting lama: Cinta, Kerumitan yang Sederhana).

Walau bukan fans Om Mario Teguh, cukup banyak kata-katanya yang tak bisa terhapus dari file ingatan, terutama yang ini; “Untuk membangun jodoh, sedari awal tuntutlah yang terbaik. Setelah menikah terima apa adanya!” Baca lebih lanjut

Hidup Berdamai dengan Luka

Langkah-langkah kecil bergegas mengejar dedaun waktu yang terus gugur meluruh. Masing-masing memanggul kesunyian takdirnya. Menggapai mencari tangan yang mau menuntun, memanggil-manggil hati yang mau mendengar. Tapi tak juga ada yang sungguh-sungguh tahu, di bagian mana saja telah tergores lukamu.

Aku juga terseok dalam kembara ini. Tubuh yang tegak lurus dengan langit, sesungguhnya menyimpan hati yang terpekur merunduk ke bumi. Tawa adalah jerit tanpa suara. Senyum adalah perih yang tak tercatat. Luka bukanlah piala yang harus diusung tinggi-tinggi. Menenggelamkannya adalah menyelamatkan muka. Baca lebih lanjut

Kebahagiaan Under Construction…

Saat seorang wanita memutuskan meninggalkan kariernya yang sedang unyu-unyunya, untuk konsentrasi mengurusi keluarga, banyak yang menganggap itu tindakan bodoh.

Aktivis kesataraan gender akan langsung menyatakan itu sebagai langkah mundur di saat wanita di seluruh dunia sedang berjuang membuktikan bahwa mereka tidak hanya ratu di dapur.

Baca lebih lanjut