Menghormati Orang Asing, Menganiaya yang Dicinta

ANDA pasti pernah (secara ngga sengaja) bersenggolan dengan seseorang di jalan, atau menginjak kaki orang tak dikenal di dalam KRL yang sesak penumpang. Sesegera mungkin, Anda akan minta maaf, dengan bahasa dan gestur sehalus mungkin.

Anda mungkin pernah juga ngga sengaja “bertabrakan” dengan istri, pacar, saudara, anak, pokoknya orang-orang yang Anda cintai, di rumah atau di tempat lain. Sadar nggak, kita seringkali tidak “sesopan” ketika berhadapan dengan orang asing di jalanan itu, untuk meminta maaf? Atau, jangan-jangan malah membentak, “Mata kamu ke mana sih?”


Aneh rasanya, bila kita malah lebih hormat dan sopan kepada seseorang yang asing, dan malah berlaku aniaya kepada orang yang kita (sebut) sayangi. Tapi itu banyak terjadi. Mungkin tidak pada diri Anda, tapi sekali lagi, saya melihat banyak yang seperti ini.

Begitu juga soal berteriak. Orang yang punya kedekatan, bahkan orang yang saling mencintai, seringkali saling bentak satu sama lain, misalnya jika sedang terlibat pertengkaran.

Mengapa orang yang saling menyayangi sampai perlu berteriak, padahal jarak mereka berdiri begitu dekat, sehingga bisikan pun bisa terdengar jelas? Karena bisa saja ketika tubuh mereka semakin dekat, hati mereka justru semakin berjarak.

Orang yang terlibat cinta jarak jauh, justru berbisik satu sama lain ketika sedang bertelepon, atau malah tanpa suara sama sekali ketika ngobrol lewat tuts komputer, padahal tempat mereka berdiri mungkin terpaut ribuan mil. Karena bisa saja, ketika dua tubuh tercabik jarak, hati mereka malah sedang berpagutan di sebuah ruang tanpa sekat.

Itulah barangkali penjelasan, mengapa dua orang yang sedang bercinta, bisa bertahan dalam diamnya masing-masing, karena saat dua hati dikepung keindahan, kata-kata bisa mengebiri makna. Teriakan? Wah, itu sama sekali bukan bukti cinta. Jangan-jangan Anda hanya terpaksa hidup bersamanya. Kalau sudah begitu, cinta bisa jadi penjara, dan komitmen adalah sipir-sipirnya yang perkasa.

Mending mati aja deh! Tau kan, salah naik angkot, nyeselnya paling satu jam. Salah makan, nyeselnya satu harian, atau kalo sampe diare, dua tiga hari ding. Salah pangkas rambut, sabar sebulan deh, nunggu rambut tumbuh lagi. Salah mencintai? Huk huk huk…. Divonis seumur hidup, tanpa remisi.

20 thoughts on “Menghormati Orang Asing, Menganiaya yang Dicinta

  1. maya

    setuju bang, aku juga pernah komen di blognya mas mashuri ketika membahas KDRT, kenapa orang bisa menyaniaya seseorang yang justru paling dekat dan katanya disayangi. ๐Ÿ™‚

    Balas
  2. Mei

    kadang memang orang yang paling jahat malah orang yang paling mencintai kita. Entah kenapa bisa itu terjadi, mungkin karena rasa cinta yang keterlaluan sehingga menjadi rasa takut ditinggalkan yang amad sangat, menjadikan orang itu ‘sakit’.

    Tapi bukannya tidak boleh mencintai seseorang, boleh ajah, asal jangan keterlaluan.
    Mungkin disitu kuncinya ๐Ÿ™‚ biar tidak ikutan ‘sakit’

    PS: Makasih Bang buat ‘monitoring’nya *wink

    Balas
  3. me:

    @Maya
    Mgkn karena jarak antara cinta dan benci cuma setipis kulit bawang.

    @Mei
    idem. Hanya kepada yg paling kita cinta kita bisa paling benci. Tmksh kembali.

    @Meiy [Wah, m semua :)]
    Kekna bener tuh. Bukan salah mencintai, tapi salah menjaga hati. Org sekelas Aa aja bisa gagal kok. :))
    Ala den baco…

    @

    Balas
  4. suhunan situmorang

    Kurasa, karena terlalu dekat dan setiap saat bisa bersitatap, membuat masing-masing pasangan tak lagi sering merasa kangen; dampaknya tak lagi saling menghormati. Dan, itulah salah satu bukti ketaksempurnaan manusia: mudah jenuh, merasa diri yang paling benar, selalu ingin memiliki yang belum dimiliki, acap mengimpikan milik orang lain. Sampai mati, barulah ketamakan itu usai.

    Balas
  5. nesia Penulis Tulisan

    Wah, very-very nice to have u here, Bang. Aku pun pernah bilang, tantangan terbesar bagi cinta bukanlah mertua yang galak, atau penghasilan yang seret, bahkan tidak juga keyakinan yang berbeda; tetapi waktu yang bergulir. Mencintai sepenuh hati itu tidak sulit, yang sulit adalah tetap mencintai sepenuh hati.
    Sering-sering datang Bang :))

    Balas
  6. shakurani

    Cinta..cinta…
    It’s just another mortal thing…

    Mungkin mencintai karena DIA bisa jadi solusi saat ‘mortal love’ itu mulai berdebu.

    Bagaimana caranya? Saya pun masih mencari tahu ๐Ÿ™‚

    Balas
  7. Hanum (matahari)

    “Kekna bener tuh. Bukan salah mencintai, tapi salah menjaga hati. Org sekelas Aa aja bisa gagal kok. :))” … ini nge jast namanya … gagal dari sudut pandang siapa dulu…tapi komentarku mengenai tulisanmu Lae :
    1. kali ini lae stereotip gak sewaktu menulis tulisan ini.
    2. ini masalah biasa dan terbiasa aja. toh teriakan dari teman dekat apa kita akan anggap sebuah teriakan semata? tak bisakah kita melihat mungkin dibalik teriakannya mengandung maksud dia khawatir kepada kita (ini berarti membicarakan tentang cara berkomunikasi).
    3. semua orang coba saling menyayangi, kadang sudah menyayangi…dan kemudian mencoba menjaga rasa sayang itu…sesekali agak kekiri gak masalah toh…toh yang disayang juga ngerti. berbeda dengan orang yang hanya baru kenal, kita hanya mencoba sopan dan berlaku santun dan mereka tidak mau mnegerti…untuk orang dekat dan sayangi kita sudah sering berbuat demikian. bahkan lebih. sesekali berteriak gakpapalah…biar tambah warna, toh mereka dekat dan sangat mengenal kita..biasanya mau mengerti. masa selalu ingin diberi. sesekali memberi juga dunk.

    Balas
  8. me:

    @Hanum (Komentator Favorit Gw)
    Soal Aa, dia gagal dari sudut pandang aku doang sih. Mungkin yg salah aku jg, karena sempat berharap, dia akan menjadi model wajah Islam yang sejuk dan enak ditiru.
    Soal teriakan, tentu saja yg diteriaki bisa membedakan. Yg saya maksud di sini tentu yang bermuatan kebencian. Selain volume dan power suaranya sekian decibel di atas rata-rata, pilihan kata dalam teriakan itu pun tentu saja menunjukkan, apakah itu dilakukan atas dasar kepedulian atau tidak.
    Mungkin persoalannya, bila seseorang merasa sudah memiliki, maka ia akan cenderung untuk “semena-mena”. Biasa kan, orang yang sedang berjuang merebut hati, akan melakukan semua yang terbaik. Nah, bagaimana bila hati itu telah dimiliki sepenuhnya, tak semua orang sanggup tetap untuk menjaganya dengan kelembutan dan kasih sayang, sampai ia suatu saat kehilangan…
    Terima kasih, untuk selalu memberi sudut pandang berbeda. Always nice to have you here. :)) So enriching…

    Balas
  9. Susie

    Salah mencintai , masih bisa cerai …hehhehehe , sorry

    senang membaca postingan ini , di tulis secara enteng tapi kalau di baca adalah sebuah fakta …

    btwbegitu selesai membaca , aku langsung mensyukuri apa yang aku punya …

    Balas
  10. mrlekig

    di bali (singaraja), memanggil teman akrab dengan sebutan semakin kasar menjukkan semakin akrab mereka.. di surabaya juga seperti itu..

    mungkin karena kita merasa dekat dengan orang itu, maka kita berani kasar (dalam perkataan) namun dengan maksud yang baik..

    ๐Ÿ™‚

    Balas
  11. siu

    Haduhh…kayaknya hal sepele ya?, tapi tulisan ini membuat saya jadi termenung jangan2 saya telah berlaku seperti itu sama suami saya? makasih Lae…membuat saya merenung…

    Balas

Tinggalkan Balasan ke tjahaju Batalkan balasan