Tuhan yang Mengerdilkan Diri-Nya

Menurut saya bukan mengerdilkan Tuhan, Lae. Tapi Tuhan sendirilah yang mengerdilkan diri agar dipahami oleh manusia.

Komentar Yeni “The Sandalian” Setiawan ini menjawab setidaknya satu dari beberapa pertanyaan teologis, cieee…, yang selama ini kurasa cukup mengganggu. Keren! Tuhan ternyata bela-belain mengerdilkan diri, sebab jika ia tampil sebagaimana sesungguhnya, kita tak akan mengerti Dia, karena terlalu besar untuk dipahami, apalagi dicintai. Hmm…

Bahkan untuk saudara-saudara saya yang Kristen, Tuhan malah “melangkah” lebih jauh, sampai mewujudkan diri-Nya dalam tubuh Yesus Kristus, seorang manusia yang lahir dari rahim Maria. Terus terang, bagi saya perwujudan Tuhan dalam diri Yesus memang terasa sebagai pengerdilan Tuhan. Tapi biar bisa dipahami dan (akhirnya) dicintai manusia, mengapa tidak ya?

Islam sendiri memiliki doktrin untuk tidak memikirkan tentang zat Allah. Tapi bukan berarti tidak ada deskripsi sama sekali soal Tuhan dalam iman ini. Setidaknya Allah, oleh Al-Qur’an, berkali-kali disebutkan bersemayam di atas Arsy.

Buat saya ini juga sebuah pengerdilan. Allah tak mungkin berada di suatu tempat, apakah itu langit, surga, arsy, atau apapun, sebab jika demikian, maka Allah telah lebih kecil dari tempat-Nya bersemayam itu, sementara salah satu pokok iman saya yang insya Allah akan saya genggam sampai kapanpun adalah: Tuhan, Allah, Debata, Yehowa, atau apapun nama-Nya, pasti lebih besar dari apapun! Maka tak akan ada tempat-Nya bersemayam.

Tapi lagi-lagi, pengerdilan itu mungkin harus dilakukan-Nya, agar kita bisa memahami dan kemudian mencintai-Nya.

Omong-omong soal deskripsi kebesaran Tuhan, orang Batak dulu punya cara yang khas. “Najolo, dung ditompa Debata portibi on, habang ma lali sian lubang ni igung-Na na di hambirang. Tung pe indang maradi lali i habang rasi rasa nuaeng, indang dope sahat tu lubang ni igung-Na na di siamun — Dulu, begitu Tuhan selesai menciptakan alam semesta, seekor elang terbang dari lubang hidung-Nya sebelah kiri. Biar pun terbang non stop, sampai hari ini elang itu belum juga sampai ke lubang hidung-Nya yang sebelah kanan”.

Masalahnya, apa iya Tuhan punya hidung? Ah, lagi-lagi Tuhan mengkonsepkan dirinya seolah-olah seperti sesuatu, biar bisa kita paham, biar kita bisa cinta.

Tapi Tuhan, apa tidak bisa Kau kucintai, tanpa harus kupahami. Bagiku Kau indah, justru karena berada jauh di atas jangkauan akal, pikiran, bahkan imajinasi terliarku.

 

5 thoughts on “Tuhan yang Mengerdilkan Diri-Nya

  1. Yeni Setiawan

    Tapi Tuhan, apa tidak bisa Kau kucintai, tanpa harus kupahami. Bagiku Kau indah, justru karena berada jauh di atas jangkauan akal, pikiran, bahkan imajinasi terliarku.

    Tanpa bermaksud mewakili Tuhan, tentu saja seharusnya bisa Lae.

    Tapi kan gak semua orang seperti Lae, ada banyak orang yang perlu bukti “kefisikan” Tuhan..

    Eh itu hanya sudut pandang saya Lae, saya gak tahu apa-apa soal Tuhan, hanya sekedar asumsi ^_^

    Balas
  2. sitijenang

    paling tidak ada perasaan dekat, meski tetap tak terlihat. kalo gak punya bukti apa-apa, semua hanya katanya. konon, hal seperti itu rentan untuk dimanipulasi pihak-pihak yang berkepentingan… *halah* :mrgreen:

    Balas

Tinggalkan Balasan ke kw Batalkan balasan