Menurut Albert Camus, sebenarnya hanya ada satu pertanyaan paling besar dalam kehidupan, persoalan filsafat yang merupakan sumber dari segala sumber pertanyaan. Apa itu? Bunuh diri.
Menilai bahwa hidup ini layak atau tidak layak dijalani: itulah pertanyaan dasar filsafat. Selebihnya, apakah dunia memiliki tiga dimensi, apakah jiwa memiliki sembilan atau dua belas kategori, apakah perempuan perlu tiga hati, apakah berbohong demi kebenaran itu boleh, merupakan pertanyaan asesoris aja.
Saya jadi berpikir tentang persoalan yang terlalu serius ini, setelah di beberapa blog aku lihat ada tebar aroma kematian. Kematian blog, maksudna. Nah, sebelum kita memasuki pokok bahasan, halah!, silakan cermati dua ilustrasi berikut.
Bunuh Diri I
Suatu hari Bologuddin berniat untuk bunuh diri dengan meledakkan diri di tepi sebuah sungai. Bubuk mesiu sudah ditaburkan di seluruh badannya, api sudah dinyalakan pada tumpukan kayu kering.
Ia pun naik pohon dengan mata tertutup, ia berpikir jika ia loncat ke api maka akan meledak dan mati. Sesampainya di atas pohon ia pun meloncat. Tetapi karena terlalu semangat, Bologuddin meloncat terlalu jauh, tidak mendarat di api, tetapi tercebur ke sungai berarus deras itu.
Dengan terengah-engah ia pun berenang ke tepi, sesampainya di tepi ia pun merutuk, “Sialan, untung gue jago berenang, kalo nggak bisa mampus gue.”
Bunuh Diri II
Seekor babi, bukan beibeh ya, tampak bermuram durja. Mataya menatap kosong. Jembatan tempatnya berdiri, melintasi jurang yang sangat dalam dengan batu cadas berlumut. Debur arus air di bawah sana, hanya terdengar samar.
Seekor monyet mendekat, keheranan. Memberanikan diri bertanya, selembut mungkin, “Bi, lu ngapain di situ”.
Si Babi menoleh, masih dengan mata sendu itu. Lama dia baru menjawab. “Gue mau bunuh diri, Nyet”.
“Hah? Napa? Apa masalahnya? Ngomong dong, cerita-cerita ama gue. Jangan main emosi gitu.”
“Gimana gue ngga mau bunuh diri coba? Gue kesel banget tuh ama manusia. Masa kalau memaki orang pake bawa-bawa nama gue sih? ‘Babi lu, dasar babi lu, babi ngepet lu!’ gitu. Salah gue apa?”
Monyet menyimak, merasa tak perlu bicara.
“Belum lagi bapak-bapak manusia yang kurang ajar, yang memaki anaknya ‘Anak babi lu!’, lha kapan gue bikin affair ama bini dia? Sori ya.”
Si Monyet tak lagi bisa menahan geram mendengar keluhan sahabatnya itu. Ia jadi ingat, namanya juga sering dipake manusia dalam makian. Dengan simpati yang sampai ke uluhati dia menyarankan, “Udah deh, Bi, ngga usah dipikirin. Emang babi tuh manusia!”
Si Babi pun terjun bebas, meinggalkan si monyet yang menutup mata, mulut, dan telinga, saking kagetnya.
Para pembaca sekalian yang berbahagia… Tulisan ini bukan untuk Anda, karena kalau memang Anda bahagia, bunuh diri tentu ngga bakal pernah kepikiran.
Jadi, para pembaca yang sedang kurang bahagia. Rhoma Irama (?) pernah bersabda, “Sudah tiada baru terasa, bahwa kehadiranmu sungguh berharga”.
Pernah merasa betapa kehilangan, merasa bahwa kesehatan begitu berharga, ketika Anda sedang terbaring sakit?
Pernah merasa bahwa kekasih Anda yang ceriwis, posesif, cemburuan, manja, ngga mandiri, pokoknya segala yang menyebalkan deh, ternyata telah membawa setengah hidupmu, menghisap separuh napasmu, mencuri isi laci hatimu, begitu dia memutuskan pergi, setelah kau nyatakan tak lagi menghendakinya?
Nah, bayangkanlah Saudara-saudara… Betapa kau akan sangat merindukan kehidupan, beberapa menit saja setelah kau berhasil membuangnya. Dan kau sudah berada di titik itu, at the point of no return. Nyesek dah pokoknya, senyesek liang lahat.
Hargai hidupmu, bagaimanapun bentuknya, beri arti kepada apa yang dikira orang sudah tiada. . Bahkan dalam getir dunia, dia tetaplah pilihan termanis, dibanding apapun.
Jangan pikirkan orang-orang yang menyebalkan itu. Emang bab, ups, emang manusia itu semua!
——————————————-
Masih kepikir untuk bunuh diri juga? Lanjut deh ke sini.
Lucu, dalem, mencerahkan sekaligus. Bunuh orang lain itu kebodohan, bunuh diri itu lebih bodoh lagi.
Viva La Vida Loca, bener ngga ituh Bg?
Andy
Makasih. Dari kemaren, perasaan Anda muji mulu deh. Kritik dong, apa kek. Membawa-bawa babi tanpa izin tertulis dari asosiasi babi sedunia, atao apalah.
Thanks very very much. Yup, Viva La Vida Loca, ayo hidup gila-gilaan, daripada bunuh diri karena gila!
Aku bakal memuji yang pantes dipuji, dan Abg siap-siap aja kukecam kalo kuanggap memang salah.
Tapi posting di atas udah kubaca ulang, Bg, belum nemu tuh bahan untuk dikecam.
Satu hal aja kali, apa abang ngga percaya ada janji kehidupan di alam sana? Kita yang beragama kan mestinya mempercayai itu?
Bah, jadi macam ceting kita di sini :)) Lumayan nambah jumlah komen biar seolah-olah laris.
Aku percaya hari kemudian, tapi tidak percaya seperti digambarkan orang-orang itu. Tak usahlah kita bahas itu, bertele-tele nanti.
Yang jelas, aku mau hidup untuk hari ini. Di blog-ku yang dulu aku pake tagline “Reguklah Hari Ini”.
Aku yakin, bila aku jalani dan akhiri hari ini sebaik mungkin, esok akan bisa kumulai dengan sangat mudah, jadi tak perlu apapun kekhawatiran.
ps: aku kirim email. addresnya kok feminim gitu sih? Ops, maaf… It’s ok to be whatever you want to be.
ga ngerti juga, knp pada ngerencanain bunuh diri ya? padahal ngeblog itu enak, lhoh 😀
benar-benar menggoda 😀
aku mau hidup 1000 tahun lagi!! hehehehe
Simbok Venus
Iya, keputusan yang buru-buru. Tapi kalo pun berpikir mau “bunuh diri blog” hayah!, cukup berhenti aja, ngga usah sampe dihapus. Jadi, kalo pengen balik lagi, bisa dengan mudah.
Pak Edy Caplang
Ga dipikirin, tapi kepikiran. Gimana kabar komunitas bloger Tangerang, Pak?
Verlita
1000 tahun lagi, teknologi blog udah kayak apa ya?
lalu?
Yati
Lalu Mariyun, Lalu Lalang, Lalu Bersama Angin, lalu apa aja, asal jangan… lalu bunuh diri.
Lah iya, hidup didunia nyata konon udah sangat rumit, masa iya didunia maya dirumitin jugak. Ga bosen apa?
Kalo bunuh diri blog lagi trend, mungkin nesiaweek bisa memberi contoh yang kebalikannya. Dari terawangan saya, kayaknya sedang mengandung ‘bayi-bayi’ nan lucu dan cantik. Kapan bakal ‘dilahirkan’? Itung2 nyuntikin semangad baru bagi pembaca yang sedang tidak bahagia itu. Lagian, sepertinya penulis sedang menikmati kemewahan longgarnya waktu disela deadline nih.
sesuatu yang berwarna biru memang berkesan lebih macho dan tidak ‘intimidatif’ (wah, ada ga ya kata ini)
makasih bang toga, postingannya mencerahkan hati saya 😀
huahahaha.. ini cerita lucu kan bang? huahahaha 😀
*anjrit, gw ketauan ngakak sendirian dikantor*
cerita bunuh diri I asyik tuh..
menyiratkan bahwa bukan soal hasil akhirnya (yang sama) yang penting, tetapi proses menuju..
ahh untuk mati pun manusai bisa egois.. :p
dl waktu sekolah pernah ad teori ttg ini, tp sayangnya aku suka tidur dikelas :))
kl kg salah namanya anomie (merton)
bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah.. lalu kenapa masih ada saja yg bunuh diri.. cupet atau dah kendor otaknya kali ya 😀
Annisha
Scary, aku seperti berhadapan dengan “dukun” yang punya manajemen pengetahuan (knowledge management), kok bisa-bisanya tau aku sedang “hamil” sesuatu.
Ira
Sama-sama. Eceknya berbagai cahaya.
Acho
Ketawa sendirian? Seyem!
Dayat
Mo modar aja egois. Garing bgt ya.
Harriansyah
Yup, bener, teori anomie, kehampaan hidup. Kali, bagusan tidur emg daripada ngebahas gituan. :))
Totoks
Bunuh diri emg ngga menyelesaikan masalah, tp menyelesaikan yg punya masalah. Kacian bgt.
Betul Bang, hargai hidup kita.
Kita adalah tokoh penting dalam hidup kita sendiri, tanpa tokoh penting, ba bakal seru hidup ini ^_^
gak ah..gaau bunuh diri..gak mau kaya babi itu..ya kan Nyet? hehe
celingak-celinguk
ini ngomongin apa yah
*mode oon *
😛
Persiapkanlah kematian dengan menghargai hidup
Yeni
Kita tokoh penting yah… perlu pengawalan ala VVIP dong. Tp bener tuh… hargai diri sendiri! Hidup diri sendiri!
Airin
Pura-pura lagi deh…
Ridwan
Sepenggal kata yang membuat terbengong-bengong.
Nai
Lha, kok iso luput iki? Tp emg ngga bisa dijawab nih komen… Ntar malah gue dong nyet-nya…
::akh mati.., mangapa kau disamain dengan bunuh diri…???, …hei mati kamu itu apa toh…, mengapa kau menjadi mengerikan…,..apa kau ngga bisa berjalan tapi aku tetap hidup…, hei mati jawab donk…, nyam..nyam..hmm..hmm..nyam..nyam..hmm…hmm…, bah yang lagi makannya aku rupanya…. 😆
hahahah 😛
Bunuh diri sama dengan membunuh raga. Tapi tahukah anda bahwa kita lebih sering membunuh jiwa. Kita hidup tapi mati. Mati tapi hidup. karena apa? kita lupa memberi jiwa ini makan dan minum. Dan membiarkannya lapuk dalam kegelapan. Sehingga kesombongan jadi wajah kita. Keserakahan adalah kaki tangannya. Dan kita adalah tuan rumahnya.
Berfikirlah sebelum membunuh ragamu. Jangan-jangan sang jiwa telah mampus lebih dahulu tanpa kau ketahui.
salamatahari,
zal
kadang makan juga cara bunuh diri secara perlahan lo. pepatah arab bilang: banyak orang menggali kuburnya sendiri dengan giginya.
bachtiar
😀
hanum
asyik… akhirnya dapet juga bahan untuk komen minggu ini. udah lama banget tuh yg di atas.
melepaskan diri dari godaan itu obatnya seperti yang di bilang selamatahari , beri jiwa makan dan minum yg menyehatkan , seperti tulisan ini misalnya :).
Bunuh diri. Absurditas. Mite Sisifus. Sepak bola. Nobel sastra 1957. Ah, Camus yang memesona, diceritakan dalam bentuk gurih. Salut.
maia, eh, maya
yep. makanya jadi comment of the week. :)) makanan menyehatkan seperti tulisan ini?
*mulai mencicipi monitor pc*
Lae Siallagan
Mauliate Lae, tentang Camus, aku cuma ‘mengerti’ kulit-kulitnya. Itu pun sudah ‘mengenyangkan’ jiwa.
…ada gak ya bunuh diri dengan cara mutilasi diri sendiri…hihihi
kalau kau tak bahagia ( buat yang mau bunuh diri) jangan kau bikin orang lain juga tak bahagia dan meneteskan air mata karena kematian mu, betul jangan pikirkan orang yang menyebalkan itu, tapi pikirkan lah ‘aku’ (org2mu tersayang) yang akan kehilangan mu .
kalau kamu tak bahagia setidaknya buatlah orang lain bahagia
setidaknya aku
cukup dengan ditraktir makan bakso…hihihi
“koment sok menasehati”
anjrit sia ….si anjrit ikutan bunuh diri juga..
dhe
ga nyambung aja, gitu bijaknya… kalo lagi nyambung, bakal nyetrum nih.
memutilasi diri? susyah… sebelum tuntas mah udah modar duluan. tp memutilasi hati sendiri? itu sih hobby banyak orang (bodoh)
emang manusia yang bunuh diri tu b**i semua !!
ehehheee…
babilah………. telat kali aku tau blog abang ni…..
ntilah aku baca lagi semuanya huahuahuahua
dah ngantuk aku.
.
.
.
.
.
.
psst kok banyak yang mirip yah bang apa yang abang ceritain huhuhu berasa seperti ngelewatin jalan yang udah abang lewati huhuhu
aku malah mikir abang ajalah yang jalan nti kalau dah sampe ke ujung jemput aku naik helikopter
huhuhuhu
aku tidur dulu bentar…ntik aku lanjutin jalan ini lagi, kali2 aja ada tempat wat belok.
Bunuh diri atau tidak itu adalah hak tiap manusia, sebab yang menjalankan hidup suatu individu adalah individu itu sendiri, jadi yang merasakan senang, susah, gembira, sedih dll adalah yang bersangkutan. Kadang2 itu susah dimengerti, tetapi kalau kita mempunyai kenalan atau saudara yang menderita sekali, kita baru mengerti mengapa bunuh diri itu adalah hak. Simpati saja tidak cukup, kita perlu empati…Salam Bunuh Diri
Kutip: “Pesona Bunuh Diri yang Menggoda”
Dgn terengah-engah ia pun berenang ke tepi,
sesampainya di tepi ia pun merutuk,
“Sialan, untung gue jago berenang,
kalo nggak bisa mampus gue.”
PA: Bunuh diri atau tidak itu adalah hak tiap manusia,
MK: Tapi babi dan monyet tak punya hak bunuh diri
Semua ciptaan bagai wajib dan berhak utk hrs hidup
Dan kitatau hanya yg hidup yg bisa menghidupkan
Kehidupan manusia.
PA: sebab yang menjalankan hidup suatu individu adalah individu itu sendiri,
MK: Mungkin karena dia dilahirkan telah cukup utk dirinya.
PA: jadi yang merasakan senang, susah, gembira, sedih dll adalah yang bersangkutan.
MK: Jika dirinya hanya tersangkut pd-nya, ya, begitu.
Padahal kitatau, bw semua rasa dan segala raga
Adalah utk menghidupan apa yg bersangkutan.
PA: Kadang2 itu susah dimengerti,
MK: Ya! Itu menjadi susah!
Terlalu besar hak-nya pd diri-nya.
Spt mengabaikan hak yg lain dr/pd diri-nya.
Katakanlah pd-nya: “Kau dilahirkan utk yg lain!”
PA: tetapi kalau kita mempunyai kenalan atau saudara yang menderita sekali,
MK: Derita itu pasti dari yg pernah dikesumati-nya.
Bahagaia kadang datang dr yg pernah dibencinya.
Katakan juga pd-nya: “Hidup ini menggelinding!”
PA: kita baru mengerti mengapa bunuh diri itu adalah hak.
MK: Mengertilah kita, bahwa di balik hak ada iming2.
Kata IAH: “Untung gue blo’on bikin ledakan Bom Medan,
Andai sukses, gue linglung gentayangan cari uang iming2”
Keknya kisah Bologuddin berhak menyelamatkan hidupnya.
PA: Simpati saja tidak cukup, kita perlu empati…
MK: Apa mungkin ada pati hati spt iklah gini:
Telah wapat dgn sukses; Meledak dgn indah:
– Yg namanya takdir
– Lahirnya dipalu
– Bersar digarut
– Pendidikannya di sawahlunto
– Perjuangannya di balikpapan
– Mati meledak melampaui surga
– Plung! … Masuk ke pingir neraka
Kisah Bologuddin tidak menyelamatkannya.
PA: Salam Bunuh Diri
MK: Pssst … boummm!
NB:
Menurut Asrorun,
Banyak aspek yg menyebabkan anak nekat
Melakukan teror bom spt yg dilakukan IAH.
Salah satunya karena pengaruh dr org dewasa.
IAH mengaku mengebom gereja iming2 Rp.10 jt.
Kasus Medan dan ada teror lain menyasar anak2,
Ada anak yang menjadi korban langsung
Ada yg baru menjadi korban doktrinasi
Menurut Asrorun,
IAH hrs dilindungi dari paparan idelogi
Wijangan yg menyimpang dr ajaran agama.
IAH dianggap sebagai korban doktrinasi.
Sehingga harus ada proses pencegahan
Agar yg terindikasi radikalisme diselamatkan.
Dr:
http://nasional.kompas.com/read/2016/08/30/17142571/kpai.minta.pelaku.teror.bom.di.gereja.medan.diperlakukan.khusus
GREAAAT!!! LUCU…. HAHA I LIKE IT!!!